Proyek pengendali banjir senilai Rp 26,9 M di belakang Rumah Sakit BHC Sumenep, menyisakan banyak pertanyaan

Foto istimewa: jalan raya terputus karena erosi dan longsor diakibatkan proyek pengendalian banjir yang ugal-ugalan

SUMENEP, OkaraNews – Proyek pembangunan pengendali banjir yang berlokasi di Dusun Toros, Desa Babbalan, Kecamatan Batuan, Kabupaten Sumenep, dikeluhkan warga.

Pasalnya, proyek yang semestinya membawa manfaat justru menimbulkan kerusakan parah pada akses jalan utama desa.

Proyek yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dengan total nilai mencapai Rp26,9 miliar, terdiri dari anggaran tahun 2023 senilai Rp7,8 miliar dan tahun 2024 sebesar Rp19.025.440.543.

Berdasarkan dokumen resmi, proyek tersebut dilaksanakan oleh PT Diantosa Jaya Mandiri melalui kontrak: PB.02.01.AM07.2/262/2024/Sumenep, tertanggal 19 Maret 2024.

Pekerjaan tersebut merupakan bagian dari program Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Kementerian PUPR melalui Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas.

Namun hingga kini, dari sumber video akun Tiktok @Affandi Ubala proyek terlihat masih terbenkalai, mangkrak dan meninggalkan dampak buruk bagi masyarakat sekitar.

Salah satunya adalah rusaknya akses jalan dari Desa Babbalan menuju Jalan Lingkar Barat akibat tumpukan lumpur dan material proyek.

Jalan yang dulunya beraspal kini berubah menjadi jalan berlumpur dan licin. Bahkan di beberapa titik, jalan tersebut terputus di beberapa titik,” ujar salah seorang warga sekitar, Rabu (23/4/2025).

Lebih jauh, warga juga mengkhawatirkan potensi bencana lingkungan seperti erosi dan longsor, yang mengancam keselamatan serta pemukiman warga dan lahan pertanian produktif.

Jika dibiarkan terus-menerus, kondisi ini bisa membahayakan warga yang melintas, merusak rumah-rumah serta areal pesawahan produktif, dan pengusaha UMKM yang berada di sekitar area proyek,” tambahnya.

Sebab itu, warga menuntut pihak pelaksana proyek untuk segera memperbaiki kerusakan yang terjadi dan memberikan kompensasi kepada warga terdampak, termasuk pelaku usaha kecil dan petani.

Kami minta pelaksana proyek segera bertanggung jawab atas kerusakan ini dan memberikan kompensasi kepada pengusaha UMKM dan petani yang terdampak,” tegasnya.

Untuk diketahui, pemotongan atau merusak jalan aspal merupakan pelanggaran Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006, serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. ***

Respon (1)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *