Sumenep, salah satu kabupaten di ujung timur Pulau Madura, dikenal memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah, termasuk bahan galian C seperti batu kapur, pasir, dan tanah urug. Namun kekayaan ini justru menjadi ironi ketika dikelola secara ilegal dan merusak lingkungan. Fenomena galian C ilegal bukan hal baru di Sumenep. Aktivitas ini berlangsung di berbagai kecamatan, dari wilayah daratan hingga kepulauan, dan terus berlangsung meski jelas melanggar hukum.
Dari segi hukum,kegiatan ini tidak memiliki izin usaha pertambangan (IUP) yang sah. Namun di lapangan, aktivitas penambangan tetap berjalan bebas. Truk-truk pengangkut material lalu-lalang tanpa pengawasan, mengangkut hasil bumi tanpa retribusi resmi, dan meninggalkan kerusakan yang tidak diperhitungkan nilainya.
Secara lingkungan, dampaknya sangat meresahkan. Penambangan yang dilakukan tanpa analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) berisiko tinggi menyebabkan kerusakan ekosistem, longsor, hilangnya tutupan vegetasi, dan gangguan terhadap sistem hidrologi lokal. Di beberapa titik, seperti di Kecamatan Batuputih dan Lenteng, perbukitan kapur yang sebelumnya hijau dan alami kini berubah menjadi lahan gersang penuh cekungan bekas tambang.
Lebih dari itu, kerusakan jalan desa akibat kendaraan tambang juga menimbulkan beban tambahan bagi masyarakat. Jalan yang belum dibangun dengan konstruksi kuat cepat rusak karena dilalui truk bermuatan berat. Polusi debu yang ditimbulkan truk-truk tersebut tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga membahayakan kesehatan, terutama anak-anak dan lansia.
Sayangnya, praktik ini terus dibiarkan karena lemahnya pengawasan dan, diduga, adanya pembiaran oleh oknum tertentu. Ketika penegakan hukum tidak tegas, para pelaku merasa leluasa merusak lingkungan demi keuntungan jangka pendek.
Sudah saatnya Pemerintah Kabupaten Sumenep dan aparat penegak hukum bersikap tegas. Penertiban tidak cukup dilakukan secara simbolis atau musiman. Harus ada komitmen berkelanjutan untuk menutup titik-titik galian ilegal, menyita alat berat yang digunakan, dan memproses hukum pihak-pihak yang terlibat, termasuk jika ada aparat yang membekingi.
Namun solusi tidak hanya berhenti pada penindakan. Masyarakat lokal perlu diberi alternatif ekonomi yang lestari, agar mereka tidak terjebak dalam mata rantai pertambangan ilegal. Di sisi lain, pengembangan tambang rakyat yang legal dan berizin bisa difasilitasi oleh pemerintah, dengan syarat mengedepankan aspek keberlanjutan dan pengelolaan lingkungan.
Kita tidak menolak pembangunan atau pemanfaatan sumber daya alam. Tetapi harus ada prinsip yang jelas: pembangunan tidak boleh merusak lingkungan dan keselamatan masyarakat. Jangan biarkan galian C ilegal terus menggerogoti tanah Sumenep tanpa pertanggungjawaban. Jika tidak segera ditangani, bukan hanya bentang alam yang rusak, tetapi juga masa depan generasi yang akan datang.
Sumenep berhak atas pembangunan yang adil, berkelanjutan, dan berpihak pada keselamatan lingkungan. Kita butuh tindakan nyata, bukan sekadar wacana.
*****